Kesenian Kentrung (https://www.museum-mputantular.com)
Kesenian kentrung yang berkembang abad 16 adalah salah satu bentuk kesenian yang amat kental dengan dua dimensi yaitu dimensi estetik dan istetis yang menjadi unsur utama dalam konstrusi utama kesenian itu sendiri. Alat musik ini terdiri dari kendang rebana, kentrung dan jidur. Sebuah grup terdiri dari 3-7 penabuh dan 1 dalang pembaca patokan Jawa yang berkaitan dengan lakon yang dipentaskan.
Saat itu, kentrung adalah media untuk menyindir penjajahan, dimana masyarakat menciptakan kesenian berupa parikan yang pementasannya diiringi oleh beberapa alat musik, seperti timlung (kentheng) serta terbang besar atau biasa disebut rebana.
Kentrung juga sering disebut seni teater tanpa gerak dan laku. Biasanya, pementasan kentrung berisi parikan muatan lokal yang sarat dengan canda, sehingga kesenian satu ini dulunya sangat diminati warga sebagai salah satu media alternatif untuk mengusir kejenuhan dari penjajahan.
Kentrung adalah kesenian asli Indonesia dari pantai utara Jawa. Kesenian ini menyebar dari wilayah Semarang, Pati, Jepara. hingga Tuban. Di Tuban, kesenian ini bernama Kentrung Bate, karena berasal dari Desa Bate, Bangilan, Tuban. Pertama kali dipopulerkan oleh Kiai Basiman di era zaman penjajahan Belanda tahun 1930-an.
Seni Kentrung diiringi alat musik berupa tabuh timlung (kentheng) dan terbang besar (rebana). Seni Kentrung sendiri syarat muatan ajaran kearifan lokal. Dalam pementasannya. seorang seniman menceritakan urutan pakem dengan rangkaian parikan. Joke-joke segar sering diselipkan di tengah-tengah pakem, tetap dengan parikan yang seolah di luar kepala.
Parikan berirama ini dilantunkan dengan iringan dua buah rebana yang ditabuh sendiri. Sedangkan beberapa lakon yang dipentaskan di antaranya Amat Muhammad, Anglingdarma. Joharmanik. Juharsah, Mursodo Maling dan Jalak Mas.
Sumber: Spectradancestudio
Posting Komentar