Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Rumah Adat Sulawesi Barat

Posted by Adat Dunia


Sulawesi Barat, adalah propinsi pemekaran Sulawesi Selatan, berdasarkan UU No 26 Thn 2004, dengan ibukota Mamuju, wilayahnya meliputi, 5 kabupaten yaitu, kabupaten Mamuju, kabupaten Majene, kabupaten Polewali Mandar, kabupaten Mamasa dan kabupaten Mamuju Utara, letak geografisnya berada pada posisi silang antara Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah, dan berhadapan langsung dengan Selat Makassar sebagai jalur pelayaran Nasional dan International. Kondisi Topografinya terdiri atas laut, dataran rendah serta dataran tinggi dengan tingkat kesuburan yang tinggi beriklim tropis.

Masyarakat Pesisir Sulawesi Barat terkenal sebagai pelaut ulung dengan perahu sandeq mereka menjelajah ke seluruh wilayah nusantara hingga ke Malaysia dan Australia sedangkan masyarakat yang berdiam di kawasan pegunungan memiliki kemiripan budaya dengan etnis Toraja seperti pada bentuk rumah, bahasa, pakaian serta upacara adat.

Rumah Adat Mandar

Rumah adat Mandar (https://tommuanemandaronline.blogspot.com)

Rumah adat Mandar berbentuk panggung yang terdiri atas tiga bahagian, sama ”Ethos Kosmos” yang berlaku pada etnis Bugis Makassar. Bagian pertama disebut ”tapang” yang letaknya paling atas, meliputi atap dan loteng. Bagian kedua disebut ”roang boyang”, yaitu ruang yang ditempati manusia, dan bagian ketiga disebut ”naong boyang” yang letaknya paling bawah. Demikian pula bentuk pola lantainya yang segi empat, terdiri atas ”tallu lotang” (tiga petak). Petak pertama disebut ”samboyang” (petak bagian depan), petak kedua disebut ”tangnga boyang” (petak bagian tengah) dan petak ketiga disebut ”bui’ lotang” (petak belakang). Rumah Adat Mandar disebut ”boyang”. dikenal adanya dua jenis boyang, yaitu : ”boyang adaq” dan ”boyang beasa”. ”Boyang adaq” ditempati oleh keturunan bangsawan, sedangkan ”boyang beasa” ditempati oleh orang biasa.

Pada ”boyang adaq” diberi penanda sebagai simbolik identitas tertentu sesuai tingkat status sosial penghuninya. Simbolik tersebut, misalnya ”tumbaq layar” yang bersusun antara 3 sampai 7 susun, semakin banyak susunannya semakin tinggi derajat kebangsawanan seseorang. Sedangkan pada boyang beasa, ”tumbag layar” nya tidak bersusun. Simbolik lain dapat dilihat pada struktur tangga. Pada boyang adaq, tangganya terdiri atas dua susun, susunan pertama yang terdiri atas tiga anak tangga, sedangkan susunan kedua terdiri atas sembilan atau sebelas anak tangga. Kedua susunan anak tangga tersebut diantarai oleh pararang, sedangkan boyang beasa, tangga tidak bersusun.

Bentuk Bangunan

Struktur bangunan rumah orang mandar, terdiri dari bagian paling atas, yaitu ”ate” (atap). Atap rumah berbentuk prisma yang memanjang ke belakang menutupi seluruh bagian atas rumah. Rumah ini memiliki panjang 20 meter dan lebar 15 meter.

Pada masa lalu, rumah-rumah penduduk, baik boyang adaq maupun boyang beasa menggunakan atap rumbia. Hal ini disebabkan karena bahan tersebut banyak tersedia dan mudah untuk mendapatkannya. Pada bagian depan atap terdapat ”tumbaq layar” yang memberi ”identitas” tentang status penghuninya. Pada ”tumbaq layar” tersebut dipasang ornamen ukiran bunga melati. Di ujung bawah atap, baik pada bagian kanan maupun kiri diberi ornamen ukiran burung atau ayam jantan. Pada bagian atas penutup bubungan, baik di depan maupun belakang dipasang ornamen yang tegak ke atas. Ornamen itu disebut ”teppang”.

Bagian yang lain pada rumah adalah rinding (dinding). Dinding rumah terbuat dari kayu (papan) dan bambu (taqta dan alisi). Pada umumnya, boyang adaq mempunyai dinding yang terbuat dari papan. Sedangkan boyang beasa selain berdinding papan, juga ada yang berdinding taqta dan alisi, rumah yang berdinding taqta dan alisi, penghuninya berasal dari golongan ata (beasa). Dinding rumah dirancang dan dibuat sedemikian rupa sesuai tinggi dan panjang setiap sisi rumah dan dilengkapi jendela pada setiap antara tiang. Hal itu dibuat secara utuh sebelum dipasang atau dilengketkan pada tiang rumah. Pembuatan dinding seperti itu dimaksudkan untuk lebih memudahkan pasangannya, demikian pula untuk membukanya jika rumah tersebut akan dibongkar atau dipindahkan.

Dinding rumah dari kayu (https://tommuanemandaronline.blogspot.com)

Dinding rumah tradisional Mandar pada umumnya terbuat dari papan, alisi dan taqta. Pada dinding sisi depan rumah, biasanya dilengkapi tiga ”pepattuang” (jendela) dan satu ”ba’ba” (pintu). Dinding sisi depan ini biasanya dilengkapi ornamen pada bagian luar di bawah jendela. Pada dinding sisi kanan dan kiri rumah biasanya juga dilengkapi dengan pepattuang sebanyak dua atau tiga buah.

Pepattuang berbentuk segi empat yang rata-rata terdiri atas dua daun jendela yang berukuran sekitar 100 x 40 cm. Daun jendela itu dapat dibuka ke kiri dan ke kanan. Letak pepattuang biasanya berada antara dua buah tiang rumah. Untuk memperindah, pepattuang ini biasanya diberi ornamen berupa ukiran dan terali dari kayu yang jumlahnya selalu ganjil. Terali-terali tersebut ada yang dipasang secara vertikal dan ada yang horisontal. Secara vertikal mempunyai makna hubungan yang harmonis dengan Tuhannya. Sedangkan secara horisontal mempunyai makna hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Pemasangan ornamen seperti itu hanya tampak pada jendela yang ada di bagian depan dan sisi kiri kanan rumah. Pemasangan ornamen berupa ukiran dan terali-terali juga dapat dilihat pada bangunan tambahan di depan rumah, yaitu lego-lego.

Tata Ruang

Di bawah atap terdapat ruang yang diberi lantai menyerupai lantai rumah. Ruang tersebut diberi nama ”tapang”. Lantai tapang tidak menutupi seluruh bagian loteng. Pada umumnya hanya separuh bagian loteng yang letaknya di atas ruang tamu dan ruang keluarga. Tapang berfungsi sebagai gudang untuk menyimpang barang-barang. Bila ada hajatan dirumah tersebut, tapang berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makanan sebelum dihidangkan atau didistribusikan. Pada masa lalu, ”tapang” tersebut sebagai tempat atau kamar calon pengantin wanita. Ia ditempatkan pada kamar tersebut sebagai tindakan preventif untuk menjaga ”siriq” (harga diri). Untuk naik ke tapang, terdapat tangga yang terbuat dari balok kayu atau bambu. Tangga tersebut dirancang untuk tidak dipasang secara permanen, hanya dipasang pada saat akan digunakan.

Rumah orang Mandar, baik boyang adaq maupun boyang beasa mengenal tiga petak ruangan yang disebut lotang. Ruangan tersebut terletak di bawah tapang yang menggunakan lantai yang terbuat dari papan atau bilah bambu. Adapun ketiga ”lotang” ruangan tersebut adalah : ”Samboyang”, yaitu petak paling depan. ”Tangnga boyang”, petak bagian tengah rumah. Petak ini berfungsi sebagai ruang keluarga, di mana aktivitas keluarga dan hubungan sosial antara sesama anggota rumah tangga. ”Bui’ boyang”, petak paling belakang. Petak ini sering ditempatkan ”songi” (kamar) untuk anak gadis atau para orang tua seperti nenek dan kakek. Penempatan songi untuk anak gadis lebih menekankan pada fungsi pengamanan dan perlindungan untuk menjaga harkat dan martabat keluarga. Sesuai kodratnya anak gadis memerlukan perlindungan yang lebih baik dan terjamin.

Ruang tengah (https://tommuanemandaronline.blogspot.com)

Ketiga petak di dalam roang boyang tersebut memiliki ukuran lebar yang berbeda. Petak yang di tengah biasanya lebih lebar dibanding dengan petak-petak yang lainnya. Sedangkan petak yang paling depan lebih lebar dibanding dengan petak yang paling belakang.

Khusus pada boyang adaq, di dalam ruang boyang terdapat ruangan atau petak yang lantainya lebih rendah ”tambing” atau ”pelleteang”. Letaknya selalu dipinggir dengan deretan tiang yang kedua dari pinggir, mulai dari pintu depan ke belakang. Ruangan ini merupakan tempat lalu lalang anggota keluarga. Olehnya itu, pemasangan lantai yang terbuat dari papan agak dijarangkan agar berbagai kotoran, seperti debuh, pasir, dan sebagainya dapat lebih mudah jatuh ke tanah. Selain itu, ruang ini juga berfungsi untuk menerima tamu dari kalangan masyarakat biasa dan ata (budak).

Bangunan tambahan yang diletakkan di belakang bangunan induk disebut ”paceko” (dapur). Bangunan tersebut biasanya dibuat secara menyilang dengan bangunan induk. Panjangnya minimal sama dengan lebar bangunan induk, dan lebarnya minimal sama dengan satu petak bangunan induk. Bangunan ini disertai ruang yang lapang, sehingga mempunyai banyak fungsi. Pada ”paceko” juga tersedia tempat buang air kecil yang disebut ”pattetemeangang”.

Bangunan tambahan yang ada di depan rumah yang disebut dengan ”lego-lego” (teras). Bangunan ini biasanya lebih sempit dibanding dengan bangunan tambahan bagian belakang. Kendati demikian, bangunan tersebut tampak lebih indah dihiasi berbagai ornamen, baik yang berbentuk ukiran maupun yang berbentuk garis-garis vertikal dan horisontal. Fungsi bangunan ini adalah sebagai tempat sandaran tangga depan, tempat istirahat pada sore hari dan tempat duduk sebelum masuk rumah.

Tampak depan dengan tangga (https://tommuanemandaronline.blogspot.com)

Rumah tradisional Mandar, baik ”boyang adaq” maupun boyang beasa pada umumnya mempunyai dua tangga, yaitu tangga depan dan tangga belakang. Setiap tangga mempunyai anak tangga yang jumlahnya selalu ganjil. Jumlah anak tangga pada setiap tangga berkisar 7 sampai 13 buah. Jumlah tersebut disesuaikan dengan tinggi rumah. Pada umumnya, boyang adaq memiliki anak tangga yang lebih banyak, yaitu berkisar 11 sampai 13 buah. Sedangkan ”boyang beasa” sekitar 7 sampai 9 buah. Pada boyang adaq, tangga depannya bersusun dua dilengkapi dengan pasangan. Sedangkan ”boyang beasa”, tangganya tidak bersusun dan tidak dilengkapi pegangan.

Terdapat ruang di bawah lantai yang disebut ”naong boyang” (kolong rumah). Pada masa lalu, kolong rumah hanya berlantai tanah. Ditempat itu sering dibuatkan ”rambang” sebagai kandang ternak. Ada kalanya sebagai tempat manette (menenun) kain sarung bagi kaum wanita.

Kolong rumah (https://tommuanemandaronline.blogspot.com)

Ragam Hias (Ornamen)

Suatu bangunan rumah ”boyang” tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi memiliki nilai dan makna tersendiri sesuai dengan adat istiadat masyarakat tradisional Mandar. Olehnya itu, suatu rumah tradisional memiliki ciri khas terutama pada tipologi, interior/eksterior, dan ornamen yang ada didalamnya.

Ornamen pada dinding (https://tommuanemandaronline.blogspot.com)

Pada umumnya rumah tradisional, baik rumah bangsawan maupun rumah orang biasa di tana Mandar, memakai ”ragam hias ornamen”. Pada bagian atap, dinding, plafon dan sebagainya. ”Ornamen” selain berfungsi sebagai hiasan atau ornamen, juga berfungsi sebagai identitas sosial, dan makna-makna budaya dalam masyarakat. Corak “ornamen” umumnya bersumber dari alam sekitar manusia seperti flora, fauna, gambaran alam, agama dan kepercayaan namun tidak semua flora, fauna dan sebagainya dapat dijadikan corak “ornamen”.

Banoa Sibatang

Rumah adat Banoa Sibatang (https://www.sulawesibarat.com)

Banoa Sibatang atau Banoa Batang adalah rumah adat tradisional Kalumpang. Rumah adat ini memiliki ciri tersendiri pada bagian atap dan keunikan pada bagian bawahnya. Rumah adat ini diyakini berkaitan langsung dengan nenek moyang Austronesia. Hal ini terlihat dari tiang rumah panggung yang disambungkan dengan lantai rumah memiliki pola berbentuk rakit. Hal ini diyakini sebagai jejak warisan bangsa Austronesia yang dulu bermigrasi dari Pulau Taiwan ke selatan dengan menggunakan rakit.

Sangat menarik untuk mengunjungi daerah Kalumpang karena daerah ini sudah lama menjadi daya tarik arkeolog untuk meneliti sejarah kehidupan nenek moyang Austronesia. Banyak ditemukan peninggalan-peninggalan nenek moyang yang di yakini sebagai bangsa Austronesia.

Kalumpang berada di Hulu sungai Karama, sungai terpanjang di Sulawesi Barat kecamatan Kalumpang Mamuju. Dengan jarak 180 km dari kota Mamuju, namun memiliki jarak 38 km dari pelabuhan Belang-belang pelabuhan utama provinsi Sulawesi Barat.

Informasi lebih lanjut hubungi

Peta TMII (https://id.wikipedia.org)

Anjungan Provinsi Sulawesi Barat
Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur
Telp : (62) 21 8779 2078
Wevsite:https://www.tamanmini.com/anjungan/anjungan-sulawesi-barat

Related Post



Posting Komentar