Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Cerita Rakyat Sumatera Utara


Cerita rakyat merupakan suatu warisan budaya yang harus terus dilestarikan, warisan leluhur kita ini perlu terus kita jaga eksistensinya ditengah derasnya arus budaya luar yang terus menyerang generasi penerus bangsa indonesia. Cerita rakyat sejatinya adalah cara para leluhur kita dalam mengajarkan kebajikan kepada generasi penerusnya, bisa kita lihat di setiap cerita rakyat, pasti ada nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung didalam cerita rakyat atau cerita legenda.

Sahabat GWI Indonesia Banget, mencoba mengumpulkan kembali Cerita Rakyat Sumatera Utara (sumut), yuk kita simak bersama.

Semoga bermanfaat.

1. Lubuk Emas

2. Putri Hijau

3. AAAAAAAA

Putri Hijau (Sumatera Utara)

Putri Hijau (https://limamarga.blogspot.co.id)

Sekitar abad 15 dan 16 masehi, berdiri kerajaan di daerah Medan Deli dengan istana yang diberi nama istana Maimun. Sultan Muhayat Syah adalah raja dari kerajaan melayu itu.

Beliau memiliki 3 orang anak, anak pertama bernama Mambang Jazid, anak kedua bernama Mambang Khayali dan anak ketiganya bernama Putri Hijau.

Ketiga anak ini memiliki kekuatan yang hebat, Mambang Jazid mampu merubah dirinya menjadi Naga, Mambang Khayali mampu merubah dirinya menjadi meriam dan Putri Hijau mampu mengeluarkan cahaya hijau nan indah saat malam bulan purnama. Namun ada kelebihan lain yang di miliki Putri Hijau yaitu wajahnya yang amat cantik jelita serta sifatnya yang ramah dan bersahaja terhadap rakyat sehingga banyak rakyat yang menyukainya sebagai pemimpin yang bijaksana.

Saat itu malam bulan purnama, seperti biasa Putri Hijau berjalan-jalan di sekitar taman istana, dari tubuhnya memancarkan cahaya hijau yang indah, bahkan cahaya itu sampai terlihat oleh sultan kerajaan Aceh yang bersebelahan dengan kerajaan Deli saat itu.

Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara

Sultan Aceh yang terpesona karena melihat pancaran cahaya hijau yang indah dari kerajaan tetangganya itu, mengutus beberapa pengawal nya untuk mencari tahu asal dari cahaya itu. Tak perlu waktu lama, para pengawal itu mendapat informasi bahwa cahaya hijau itu terpancar dari tubuh seorang Putri Raja Deli yang cantik jelita.

Mendengar informasi dari sang pengawal, membuat Sultan Aceh berkeinginan untuk mempersunting Putri Hijau. Beragam perhiasan dan beberapa pengawal di utusnya untuk meminang putri hijau. Namun pinangan dari sultan Aceh ditolak mentah-mentah oleh Putri Hijau.

Sultan Aceh yang mendengar penolakan pinangannya itu menjadi murka dan menganggap kerajaan Deli telah menebar benih peperangan terhadap kerajaannya. Ratusan prajurit diutus sultan Aceh untuk menghancurkan kerajaan Deli. Namun pasukan yang di kirimnya kalah telak oleh pasukan dan benteng pertahanan kerajaan Deli yang terkenal kuat. Lalu Sultan Aceh membuat sebuah siasat licik, yaitu menembakkan meriam dengan peluru koin emas.

Dan siasat nya itu berhasil. Para prajurit sibuk mengutip koin-koin emas yang berserakkan, di saat seperti itulah pasukan kerajaan Aceh menyerang kerajaan Deli. Hasilnya kerajaan Deli kalah, namun Mambang Khayali tak terima dengan kekalahan itu lalu merubah diri nya menjadi meriam dan menembakkan peluru dengan gencar kearah musuh.

Meriam bagian pangkal di Istana Maimun Medan

Karena terlalu lama menembakkan peluru, meriam jelmaan Mambang Khayali menjadi sangat panas dan akhirnya putus terbelah Dua. Ujung mariam terlempar jauh hingga ke perbatasan Aceh sedangkan pangkalnya masih bisa kita temui di Istana Maimun Medan.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, akhirnya kerajaan Deli mengaku kalah, dan Putri Hijau di bawa oleh pasukan sultan Aceh. Mambang Jazid memberi persyaratan kepada sultan Aceh untuk tidak menyentuh Putri hijau sampai tiba di kerajaan Aceh dan memasukkan putri hijau kedalam peti kaca yang telah disiapkan Mambang Jazid, dan putri hijau disuruh abangnya untuk membakar menyan dan menaburkan beras dan telur ke sungai lalu menyebutkan nama abangnya Mambang Jazid sebanyak 3 kali. Persyaratan itu pun di terima oleh sultan Aceh karena menurut nya itu hal yang mudah.

Saat tiba di daerah Jambu Air, putri hijau keluar dari peti kaca, lalu mengerjakan amanat yang di berikan abangnya kepadanya, yaitu menabur beras dan telur di sungai Deli kemudian membakar menyan dan menyebut nama Mambang Jazid 3 kali. ''Mambang Jazid, Mambang Jazid, Mambang Jazid, datanglah abangku, selamatkanlah adikmu ini dari genggaman sultan Aceh''.

Tiba-tiba air sungai Deli yang tadinya tenang berubah bergemuruh, langit menjadi gelap seolah mau turun badai, dan petir menyambar saling bersahutan. Saat seperti itu, Putri Hijau kembali masuk ke dalam peti kaca. Tak lama muncul seekor naga dari sungai Deli yang tak lain adalah jelmaan Mambang Jazid. Naga itu mengamuk dan menghancurkan kapal rombongan sultan Aceh .

Peti kaca yang berisi Putri Hijau terlempar ke sungai deli dan terapung-apung. Lalu naga jelmaan Mambang Jazid memasukan peti kaca berisi Putri Hijau ke dalam mulut nya dan membawa pergi ke laut .

Sampai sekarang tidak ada yang tahu, apa kah putri hijau masih hidup sebagai manusia.

Lagenda ini sampai sekarang masih dikenal dikalangan orang-orang Deli, Karo dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Putri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimoon, Medan hingga saat ini.

Pesan Moral

Janganlah kita memaksakan kehendak kepada orang lain. Sesuatu yang baik menurut kita belum tentu baik juga bagi orang lain. Hargailah pendapat dan keinginan orang lain.

Sumber: Tempeopotahu

Lubuk Emas (Sumatera Utara)


Tersebutlah seorang raja yang bertakhta di daerah Teluk Dalam, raja Simangolong namanya. Sang Raja mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik wajahnya yang bernama Sri Pandan.

Sri Pandan tidak hanya cantik jelita wajahnya. Namun juga terampil pula ia bekerja, ia pandai menenun, menganyam tikar dan terbiasa pula menumbuk padi.

Kecantikann Sri Pandan begitu tersebar. Tidak hanya diketahui rakyat, melainkan para pemuda dari negeri lain. Raja Simangolong sangat berharap, putrinya itu akan menikah dengan pangeran dari negeri lain, dengan demikian hubungan persahabatan dengan negeri lain akan dapat terjalin dengan baik.

Raja simangolong amat gembira ketika akhirnya datang lamaran dari kerajaan Aceh. Raja Aceh meminang Sri Pandan untuk dinikahkan dengan pangeran Aceh yang telah dinobatkan sebagai putra mahkota. Namun demikian raja Simangolong tidak serta merta menerima lamaran itu sebelum meminta pendapat putrinya terlebih dahulu. Oleh karena itu ia meminta waktu kepada utusan raja Aceh.

”Setelah putriku menyatakan persetujuannya,” katanya, “Aku akan sesegera mungkin mengirimkan utusan kepada raja Aceh untuk mengabarkannya”.

Sepulang utusan raja Aceh Raja Simangolong pun bertanya kepada putrinya Sri Pandan,

“Anakku, utusan raja Aceh telah melamarmu. Engkau hendak dinikahkan dengan putra mahkota raja Aceh. Sungguh, Ayahmu ini sangat berbahagia menerima lamaran itu karena ayah sangat berharap engkau dapat disunting putra raja dan kelak engkau akan dapat kemuliaan sebagai permaisuri. Bagaimana pendapatmu dengan lamaran Raja Aceh itu, Wahai anakku?.

Sri Pandan tidak buru-buru menjawab, ia bahkan menundukkan wajah, airmatanya pun luruh.

Sikap Sri Pandan sangat membuat keheranan raja Simalongong. “Mengapa engkau menagis Anakku?. Apakah kau menangis bahagia atau ada hal lain?”.

Sri Pandan, tidak juga lekas menjawab pertanyaan Ayahandanya. Airmatanya bahkan kian deras menetes.

“Jawablah,“ kata Raja Simangolong sangat ingin mendengar kesanggupan putrinya menerima lamaran itu sesuai harapannya.

“Ampun Ayahanda,“ kata Sri Pandan akhirnya. Suaranya terdengar lirih dan wajahnya tetap tertunduk. “Bukan hamba tidak ingin berbakti kepada Ayahanda dengan menerima lamaran tersebut melainkan.”

“Melainkan apa.”

Dengan suara terbata-bata Sri Pandan lantas menjelaskan, ia sesungguhnya telah menjalin hubungan dengan seorang pemuda, ia bahkan telah saling mengikat janji dengan kekasih hatinya itu.

“Siapakah pemuda yang engkau maksud itu?.” Tanya raja Simangolong yang sangat terkejut mendengar penjelasan anaknya.

“Hobatan, Ayahanda, “

“Apa?.” Kedua bola mata Raja Simangolong membesar ketika mendapat jawaban Putrinya.

“Maksudmu… Hobatan pembantu setia kita itu?".

“Benar Ayahanda. “

“Engkau memilih tetap Setia dengan Hobatan dan menolak lamaran Putra Mahkota Kerajaan Aceh?."

Sri Pandan menganggukan kepala. Tak terperikan kemarahan raja Simangolong mendapati keteguhan sikap putrinya yang tetap memilih menjadi istri pembantu setianya dibandingkan disunting Putra Mahkota Kerajaan Aceh. Dengan kemarahan yang terus meninggi berujarlah Raja Simangolong.

“Terimalah lamaran Putra Mahkota Kerajaan Aceh! Putuskan hubunganmu dengan Hobatan! Jika engkau tidak juga memutuskan hubunganmu, niscaya Hobatan akan aku usir!’

Sri Pandan Tidak berdaya menghadapi perintah Ayahnya. Ia lantas menemui Hobatan dan mengajaknya untuk pergi dari istana kerajaan. Betapa kecewanya Sri Pandan ketika mendengar Hobatan mmenolak ajakannya. Tidak hanya menolak Hobatan bahkan menyarankan agar Sri Pandan menerima saja lamaran Putra Mahkota Kerajaan Aceh. Kata Hobatan, “Itu lebih baik bagimu. Kelak engkau akan menjadi permaisuri setelah putra mahkota yang melamarmu itu bertakhta selaku raja.”

Sri Pandan yang sangat kecewa lantas berujar, ”Baiklah jika itu yang menjadi kehendakmu. Aku akan terjun ke lubuk dibandingkan harus menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Ketahuilah wahai kekasihku, aku akan tetap setia dengan cintaku padamu!.”

Hobatan tetap pada pendiriannya, ia menyarankan pada kekasihnya itu mengurungkan rencana anehnya itu dan lebih baik menerima pinangan Putra Mahkota Kerajaan Aceh.

Bertambah-tambah kekecewaan Sri Pandan. Hari itu juga ia berkemas-kemas. Dibawanya beberapa lembar pakaiannya. Semua perhiasan yang terbuat dari emas turut dibawanya serta. Dengan langkah mantap ia meninggalkan istana kerajaan dan menuju lubuk sungai asahan.

Setibanya ditempat yang dimaksudnya Sri Pandan melemparkan semua barang bawaannya ke dalam lubuk yang dalam itu. Pakaian dan perhiasan emas yang banyak jumlahnya itu pun berjatuhan dan masuk kedalam lubuk. Tak berapa lama Sri Pandan pun berujar. ”Tidak akan ada lagi perempuan cantik di kerajaan ini!”.

Selesai berujar Sri Pandan lantas menerjunkan dirinya ke dalam lubuk membawa cinta dan kesetiaannya.

Kegemparan besar melanda istana kerajaan ketika raja Simalongong dan permaisuri tidak menemukan Sri Pandan. Raja Simalongong lantas memanggil Hobatan.

Di hadapan Raja Simalongong, Hobatan menceritakan kejadian yang dialaminya berkenaan dengan Sri Pandan. Ia telah menyarankan agar Sri pandan menerima pinangan Putra Mahkota Kerajaan Aceh namun Sri pandan malah mengancam akan terjun ke lubuk dibandingkan harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya .

Raja Simangolong amat menyesali tindakannya.

Raja Simalongong dengan diiringi para prajurit segera menuju lubuk di sungai asahan itu. Para prajurit bergegas menerjuni lubuk untuk mencari Sri Pandan. Namun setelah berulang-ulang menyelam dan mencari, Sri Pandan tidak juga mereka ketemukan, mengingat Sri Pandan terjun kedalam lubuk dengan membawa seluruh perhiasan emasnya, maka lubuk itu pun dinamakan Lubuk Emas.

Pesan Moral 

Janganlah kita memaksakan kehendak kepada orang lain. Sesuatu yang baik menurut kita belum tentu baik juga bagi orang lain. Hargailah pendapat dan keinginan orang lain.

Sumber: Dongengceritarakyat

Komik Amat Rhang Manyang (NAD)

























Pesan Moral


Sumber: Aceh Provinsi

Komik Putroe Pucok Geulumpang (NAD)

























Pesan Moral


Sumber: Aceh Provinsi